Kesedihan Satinem Korban Longsor Banjarnegara
Kisah nyata seorang warga yang ditinggal oleh keluarganya, yaitu
ibu Sakinem yang menjadi korban bencana peristiwa longsor banjarnegara. Mengapa
harus ibu sakinem? Saya ingin mengangkat cerita ini karena dia menjadi salah
satu warga yang menderita kehilangan keluarga terbesar di peristiwa longsor
banjarnegara hingga mencapai 12 orang. Hampir seluruh keluarganya menjadi
korban akibat longsor, dan yang tersisa hanyalah dia, bapaknya yang bernama Pak
Tablani, dan cucunya.
Kejadian yang terjadi pada tanggal 12 Desember 2014 pada pukul
17.30 (hampir menjelang maghrib) banyak menelan korban jiwa, hingga berkisar
200 warga berdasarkan sumber liputan6.com. Kejadian ini sontak memberikan shockterapy
bagi warga. Betapa tidak, banyak warga yang masih beraktivitas di luar rumah,
kemudian tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras dan tak disangka turun lah
tanah dari atas menuju ke bawah. Kejadian ini terjadi pada dusun Jemblung, desa
Sampang, kecamatan Karangkobar. Kejadian yang memberikan pelajaran berharga
khususnya bagi mereka masyarakat Banjarnegara. Mungkin masyarakat tidak akan
pernah melupakan kejadian naas itu. Bencana ini menjadi momentum besar bagi ibu
Sakinem, momentum kesedihan yang mendalam bagi dia, kehilangan keluarga
besarnya akibat bencana longsor. Tidak hanya ibu Sakinem, warga yang lain pun
merasakan betapa sedihnya akibat kehilangan keluarganya. Bukan hanya keluarga,
tetapi harta yang selama ini dikumpulkan dan menjadi penopang kehidupan, tak
luput oleh longsor nya tanah.
Ketika saya membaca berita itu, sontak hati ini berkata, “bagaimana
kalo saya berada di posisinya? Apa yang harus saya lakukan?” Pertanyaan demi
pertanyaan terus terngiang dalam benak. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah
memberikan cobaan kepada semua hambanya, yang sesuai dengan kesanggupan. Ketika
saya berfikir dan bertanya lagi kepada diri saya, “apakah saya sanggup? Saya
rasa itu sangatlah berat”. Tetapi ibu Sakinem ini sangatlah tegar dan sangat
sabar menjalani kehidupan ini. Mungkin menurut Allah, ibu Sakinem ini sanggup
menjalani cobaan yang begitu berat. Sudah berbagai cara ibu Sakinem coba,
dengan cara mencari keluarganya di sisa-sisa reruntuhan, tak hanya itu ibu
Sakinem mencari juga di posko-posko yang ada. Tetapi sampai saat ini, pencarian
nya pun berujung pada kebuntuan.
Inilah kehidupan, ada kalanya kita mengalami kebahagiaan, ada
kalanya kita mengalami kesedihan. Layaknya roda yang berjalan, kadang kita
sedang diatas dan kadang pula kita dibawah. Hidup pula bagaikan berjalan, kadang
kita berjalan dengan mulus tanpa ada hambatan, kadang pula kita tersandung dan
akhirnya jatuh. Bencana, kesengsaraan, dan kesulitan menjadi bumbu dalam
kehidupan. Kita tak akan pernah merasa bersyukur apabila kita tidak pernah
ditimpa kesusahan. Sekarang kita harus tau bahwa nikmat dan bencana adalah
datangnya dari Allah, itu semua adalah ujian, tinggal bagaimana kita nya saja
menyikapinya. Perilaku manusia pun yang sudah semakin membabi buta, menjadikan
alam merasa geram. Alam meluapkan kemarahan nya dengan semua bencana yang ada,
akibat siapa? Ya ulah manusia itu sendiri. Bencana datangnya memang tak pernah
terduga, maka dari itu kita harus berjaga, agar tidak terperangkap oleh
megahnya harta.
Kisah ibu Sakinem ini menginspirasi saya, betapa gigihnya ibu
Sakinem untuk mencari keluarganya, tak peduli siang atau malam, semua nya
dilakukan hanya satu, agar bisa bertemu keluarga. Bahkan dia tak segan-segan
untuk pulang dari Sukabumi Jawa Barat karena mendengar kabar duka ini.
Pelajaran yang saya dapatkan dari kisah ibu Sakinem ini, keluarga merupakan
harta yang istimewa. Maka dari itu, sudah saatnya kita merenung bahwa ketika
kita kehilangan keluarga, layaknya kehilangan segala perhiasan dunia. Apabila
dari kalian ada keluarga yang sekarang masih hidup, jangan lupakan mereka dan
selalu tukar kabar, apalagi sekarang sudah dipermudah dengan teknologi yang
semakin canggih, kita bisa menggunakan handphone untuk sms atau telfon.
Keluarga adalah lingkungan pertama untuk mendapatkan pelajaran, keluarga lah
yang tau kekurangan kita, dan keluarga pula lah yang tau kelemahan kita. Jika
kita sedih, maka tempat kembali kita ke keluarga, maka keluarga akan memberikan
dukungan semangat serta doa agar terus tegar menghadapi kehidupan.
Bencana, memang itu semua sudah kuasa Tuhan. Tidak ada yang bisa
mengelak dari ketetapan-Nya. Kita sebagai manusia, hanya bisa pasrah dan
berdoa. Selain itu, kita harus bisa mengambil hikmah yang ada dari setiap
kejadian, apapun itu, baik cobaan maupun rezeki. Semua itu adalah ujian yang diberikan
oleh Allah. Hanya kepada Allah kita semua kembali, karena pada dasarnya kita
adalah makhluk Allah yang ujungnya akan kembali ke Pencipta Semesta Alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar