Rabu, 25 Maret 2015

Wanita itu



Wanita itu
Wanita itu
Membuatku berubah hingga sedemikian rupa
Tuturnya itu
Bagaikan air segar yang mengalir deras hingga ke dalam relung jiwa

Senyumnya itu
Bagaikan dawai-dawai gitar bersuara indah berirama
Kerendahan hatimu
Membuatku luluh dan jatuh cinta

Aku tau, kini kau jauh dari pandangan
Tapi kau tak jauh dari jangkauan
Doaku selalu menyertaimu
Hatiku selalu berada di dekatmu

Aku hanya bisa menengadahkan tanganku seraya berdoa
Aku harap kau selalu dalam lindungan-Nya
Aku harap kau selalu istiqomah di jalan-Nya
Aku harap kau selalu sabar dalam ujian-Nya
Kepada Allah Sang Maha Kuasa

Purwokerto, 25 Maret 2015
Karya: MSFR

Selasa, 24 Maret 2015

Persaingan Demi Kebaikan



Persaingan demi Kebaikan
Jujur saja, ketika kita mendengar kata ‘persaingan’ sontak kita akan melihat bahwa disitu terdapat kompetisi. Sama seperti hidup kita sekarang, hidup kita ini adalah persaingan. Kita hidup bersama dengan berpuluh-puluh milyar manusia yang ada, yang memiliki kemampuan dan otak yang berbeda. Esensi nya sama, kita ini adalah manusia, manusia ciptaan Allah SWT, tetapi kita berbeda dari banyak hal, dari mulai kulit, agama, ras, serta kemampuan di dalam maupun di luar diri kita. Iklim persaingan tidak akan pernah lepas dari kehidupan. Ketika kita meniadakan atau membuat pengecualian, maka sebetulnya kita sudah mematikan potensi manusia itu sendiri. Selama ada penghargaan yang dicari, maka persaingan tidak akan pernah lepas dan tidak akan pernah hilang.
Dalam beribadah pun kita dituntut untuk sebaik mungkin. Bahkan Allah memberikan nasihat kepada kita agar fastabiqul khairat, yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan. Dalam kebaikan saja ada lombanya (Ingat, ketika sudah ada kata-kata ‘lomba’atau ‘kompetisi’, pasti disitu terdapat persaingan). Dalam kebaikan pun sama, kita dituntut untuk berlomba dalam kebaikan, dan balasannya kelak adalah surga Allah yang mempunyai banyak kenikmatan. Maka tidak sembarangan yang masuk ke dalam Surga nya Allah, hanya orang-orang yang berlomba dalam kebaikan saja yang akan mendapatkan surganya Allah. Allah memberi penghargaan kepada kita surga atas perjuangan manusia yang mau melakukan kebaikan dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam persaingan sudah sepatutnya kita harus menggunakan cara-cara yang baik. Bukan berarti dalam persaingan, semua perlakuan yang jelas-jelas haram dihalalkan. Persaingan yang fair adalah persaingan yang baik, dimana bumbunya pun dilandasi dengan sikap yang baik, bukan licik. Pada dasarnya sikap licik itu dibawa oleh Iblis. Iblis memiliki tipu daya yang sangat licik, bahkan membuat nenek moyang kita Adam dan Hawa turun dari surga. Maka dari itu,  kita jangan sampai termasuk makhluk yang hina, makhluk yang mengikuti kemauan Iblis. Karena pada hakikatnya manusia derajatnya lebih mulia dibanding mereka. Gunakanlah akal pikiran kita yang diciptakan Allah secara gratis, jangan sampai kita terhanyut dalam rayuan maut Iblis.
Mari ciptakan persaingan yang baik, persaingan yang dibumbui dengan motivasi yang apik, dan tidak diwarnai bumbu-bumbu yang licik. Hidup ini adalah persaingan. Adanya persaingan membuat hidup kita berwarna. Mari langkahkan kaki bahkan kalau perlu kita harus berlari untuk mengejar impian. Karena kita tidak tau, bahwa manusia-manusia diluar sana sedang berlari bahkan mungkin sudah melangkah lebih jauh di depan Anda. Tidak ada kata terlambat untuk bersaing. Gali potensi diri yang ada, kembangkan diri Anda agar menjadi pribadi yang menarik karena Anda adalah makhluk spesial yang diciptakan oleh Allah. Jadi bersainglah yang baik kawan.

Senin, 23 Maret 2015

Satu Pohon, Menyelamatkan Dunia



Satu Pohon, Menyelamatkan Dunia
Tak kuasa menahan asa
Dunia menghadapi akhir ajalnya
Karena permasalahan yang sederhana
Kurangnya pohon di dunia

Dunia melampiaskan amarahnya
Karena manusia yang bersifat serakah
Dunia mengeluarkan segala isinya
Karena manusia yang sudah tak tahu arah

Inilah saatnya untuk menjaga hunian kita
Dengan satu pohon, menyelamatkan dunia
Agar menjadi indah dan berwarna
Demi masa depan anak cucu kita

Mari gerakan kaki dan tangan
Misi besar untuk menyelamatkan dunia
Dengan gerakan satu pohon untuk kebaikan
Langkah kecil untuk hidup bahagia
Purwokerto, 23 Maret 2015

Karya: MSFR

Wanita Istimewa


Wanita Istimewa
Senyum itu, terngiang selalu dalam fikiranku
Tingkah lakumu, bagaikan bidadari indah yang menakjubkan
Tutur katamu, memberikan secercah harapan baru
Wanita itu, menjadi pusat perhatian dan panutan

Kau memang bukan segalanya, tetapi engkau luar biasa
Bingkai indah yang akan menyinari semesta alam
Berjuta rasanya memikirkan dengan hati yang dalam
Wanita itu, sungguh mempesona di setiap harinya

Kau ciptaan terindah yang pernah aku liat dengan mata
Sempurna, satu kata yang bisa mewakili semua
Sungguh aku tak percaya sesungguhnya
Tetapi kau membuktinya segalanya

Terimakasih kau telah hadir dalam duniaku
Aku berterimakasih kepada Allah atas karunia-Nya
Mempertemukan dengan wanita yang istimewa
Purwokerto, 23 Maret 2015
Karya: MSFR

Minggu, 22 Maret 2015

Lahir Kita Anugerah



Lahir Kita Anugerah

“Bukankah kezaliman yang tak terkira jika kita menjadikan mahakarya yang istimewa ini hanya numpang lewat dalam sejarah. Lahir, hidup, lalu mati, tanpa meninggalkan warisan berharga bagi generasi selanjutnya.”
-Ahmad Rifa’I Rif’an-

Hanya ada satu kemungkinan di antara tiga ratus ribu miliar kemungkinan yang ada, bahwa manusia yang akhirnya hadir itu adalah Anda. Dengan kata lain, tiga ratus ribu miliar ‘saudara kandung’ Anda tak lolos seleksi. Yang lolos hanya satu, yaitu Anda. Begitulah sebuah fakta ilmiah yang diungkap oleh Dale Carnegie dari sebuah buku klasik, You and Heridty.
Lahir sebagai manusia yang unik. Tak ada satu pun manusia lain di seluruh dunia yang menyamai. Anda hanya satu-satunya yang ada di bumi. Sebuah mahakarya spesial. Masterpiece yang tiada duanya. Tak ada satu pun yang mahirnya, pengalaman hidupnya, serta matinya, sama persis dengan Anda.
Tercipta sebagai makhluk yang harganya tak terhingga. Sangat istimewa. Bolehkah kedua mata Anda dibeli satu miliar? Boleh kedua pendengaran Anda ditukar dengan mobil termahal di dunia? Bolehkah kepala Anda dibarter dengan rumah mewah? Ya, harga Anda bukan miliaran, bukan triliunan. Jauh lebih mahal dari mobil termahal. Jauh lebih istimewa dari rumah yang mewah. Harga Anda tak ternilai.
Makhluk spesial tentu juga dihargai dengan tugas yang spesial. Makhluk terhormat harus diberi tugas kehormatan. Makhluk berharga harus diberi tanggung jawab berharga. Jika makhluk terhormat diberi tugas dan wewenang yang remeh, tentu hal itu menjadi pelecehan terhadapnya. Makhluk isitimewa tapi diberi tugas yang biasa-biasa saja, tentu itu bentuk penghinaan. Orang besar harus diberi tugas besar.
Begitu pun manusia sebagai makhluk yang harganya tak ternilai, tugas yang diberikan oleh Tuhan juga tak ternilai. Apa tugasnya? Yakni menjadi khilafah. Menjadi wakil Tuhan di muka bumi.
Sebuah tugas dan tanggung jawab yang sangat terhormat. Sebuah tugas yang memang sangat berat. Tapi inilah konsekuensi menjadi makhluk mulia. Tanda kemuliaan bukan hanya terjabar dalam bentuk raga yang sempurna. Simbol kehormataan bukan hanya terlihat dari penciptaan akal yang memang istimewa, tapi juga terlihat dari tanggung jawab yang disertakan oleh Tuhan terhadapnya.
Berani menjadi manusia, harus berani memegang tanggung jawab yang disertakan Tuhan atasnya. Berani jadi manusia harus berani mengemban tugas kehormatan yang diamanatkan oleh Sang Pencipta kepadanya.
Tapi lihatlah perilaku begitu banyak manusia. Mereka melecehkan dirinya dengan tertunduk kepada makhluk yang diciptakan lebih rendah darinya. Mereka menjual martabat demi meraih pangkat. Mereka menukar harga dirinya demi meraih limpahan harta. Mereka mengorbankan kemuliaannya dengan mengisi hidupnya dengan beragam aktivitas yang tak pantas dilakukan oleh sesosok makhluk yang mulia.
Saya begitu terinspirasi dengan pernyataan dari Emha Ainun Nadjib yang mengatakan bahwa sebenarnya diri kita lebih mahal ketimbang uang, maka jangan kejar uang. Jadikan uang yang mengejar kita. “Saya tidak pernah mencari uang,” kata Cak Nun, “Saya menulis, mungkin saya bikin puisi, mungkin kadang-kadang saya bermain musik, mungkin kadang-kadang saya melakukan apa pun yang diminta masyarakat. Tapi saya tidak akan pernah melakukan apa pun di dunia ini untuk mencari uang. Artinya, uang harus hanya menjadi efek moral dari sebuah pekerjaan.”
Jangan pernah meremehkan hasil karya Tuhan dengan pilihan-pilihan hidup kita yang kerdil. Jangan pernah melecehkan mahakarya Tuhan dengan aktivitis-aktivitis kita yang kecil.
Sebuah kedurhakaan yang tak tanggung-tanggung jika kita hanya mengisi hidup dengan beragam kegiatan yang tak layak dikerjakan oleh sang mahakarya. Tentu sebuah kezaliman yang tak terkira jika kita menjadikan karya yang begitu istimewa ini hanya numpang lewat dalam sejarah. Lahir, hidup, mati tanpa meninggalkan warisan berharga. Tanpa menyumbangkan prestasi dan kontribusi yang memberi kemanfaatan bagi sekitarnya.
Mari beristighfar dan menyesali segala salah yang selama ini tak kunjung berhenti kita lakukan, “Tuhan, maaf, Kau alirkan nikmat, kami balas dengan maksiat. Sehatnya mata malah dipakai nista. Sehat telinga dipakai dengar yang sia-sia. Bugarnya raga dipakai buat hina. Lisan yang bisa bicara dipakai ngomong tak bermakna. Kaki yang kuat dipakai jalan ke tempat yang sesat. Dikasih amanat malah khianat. Dikasih rezeki sombongnya tak henti-henti. Diberi kehormatan tapi angkuhnya bukan main. Tolong, ampuni kami. Jangan sampai kekufuran kami menjadikan-Mu murka dan mencabut segala nikmat dari kami. Jangan sampai kami baru sadar setelah seluruh anugerah terenggut dari diri kami. Mohon maaf, Tuhan. Hanya semenit kucoba tutup mata, tutup telinga, lemaskan kaki, bisukan lisan. Betapa tak enaknya. Tak terbayangkan jika nikmat mata, telinga, lisan, raga, Engkau renggut”.
Hidup terlalu singkat dipakai nyantai. Petuah ‘Santai kayak pantai. Slow kayak pulau’ bukan kalimat para juara. Hidup adalah kompetisi. Ada yang sukses, ada yang gagal. Ada yang naik, ada yang turun. Ada yang mulia, ada yang hina. Kitab suci pun mewasiatkan fastabiqul khairat. Berlombalah dalam kebaikan. Saat kita jalan, di lain tempat orang lain sedang berlari cepat menuju impiannya masing-masing. Segera bangunah dari tidur panjang. Mumpung jantung masih berdetak, isilah dengan aktivitas produktif. Hidup sekali, berarti, lalu mati.

(Sumber: Buku “Hidup Sekali, Berarti, Lalu Mati” karya Ahmad Rifa’i Rif’an)