Minggu, 15 Februari 2015

"CATATAN KEBANGSAAN": Korupsi, Masih Menjadi Permasalahan Bangsa

Korupsi, Masih Menjadi Permasalahan Bangsa
Sebuah catatan kebangsaan yang dari dulu hingga sekarang masih menjadi renungan, adalah budaya KORUPSI. Budaya ini seakan menjalar ke seluruh lini, dari yang terkecil dan terbesar semuanya berinteraksi. Entah dari siapa budaya ini lahir, tetapi budaya ini memang sudah banyak menggerogoti departemen-departemen dan lingkungan khususnya pemerintah. Budaya ini seakan kental secara turun temurun dan mayoritas masyarakat menganggap, budaya ini sangat sulit untuk diberantas. Ketika menangkap salah satu orang yang melakukan korupsi, ibarat memotong satu daun padahal masih ada daun-daun yang lain, dan itu jumlahnya banyak. Dari oknum pemerintahan hingga oknum kecil-kecilan, semua di korupsi, bahkan uang haji saja di korupsi, belum lagi ketua tertinggi Mahkamah Konstitusi (MK) tidak luput dari yang namanya korupsi. Kemudian dari adanya gejala tersebut, bagaimana solusi terbaik untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan budaya buruk ini? Jika ini dibiarkan, maka yang pasti akan merugikan diri sendiri, masyarakat, dan bangsa Indonesia tentunya, yang notabene dipandang sebagai negara yang cinta damai dan ramah. Pujian itu seolah runtuh dan tidak bernilai apapun akibat ketidakberesan kita dalam memberantas permasalahan yang satu ini. Ini merupakan permasalahan bangsa dan menjadi PR bagi kita semua.
Sumber dari www.jpnn.com pada tanggal 09 Desember 2014, terdapat 9 kasus korupsi yang menarik sepanjang tahun 2014. 9 kasus ini sangat bermacam, dari mulai korupsi transjakarta, pengadaan puskesmas, dan pengadaan angkutan. Dari sumber blog http://panduanmenarik.blogspot.com ada 5 kasus korupsi yang menarik pada tahun 2013. Korupsi pada tahun ini banyak melibatkan praktisi-praktisi partai, yang notabene pemikir dan cendekiawan. Sebagai panutan masyarakat, malah mereka terjerat kasus korupsi. Masih banyak sebenarnya kasus-kasus lain, kasus-kasus yang intinya sama, yaitu menggelapkan sejumlah uang untuk kepentingan pribadi maupun golongan.
Sebenarnya apa yang menjadikan mereka tergiur untuk melakukan tersebut? Mereka ini orang pintar, mereka ini panutan semua orang, mereka ini orang yang mengerti aturan, mereka ini orang yang dipandang, kok melakukan seperti itu? Ternyata penyebab utama adalah, kurangnya akhlak pada diri mereka. Pendidikan yang ada di Indonesia ini memang kurang menitikberatkan pada aspek akhlak. Akhlak pada diri mereka yang sekarang duduk di kursi jabatan tertinggi sangat lah kurang bahkan dibawah standar, masa iya sih mau disamain sama binatang? Emang kelakuan nya kaya binatang, bahkan lebih rendah dari binatang. Orang pintar bahkan cerdas, tetapi akhlak dalam dirinya tidak ada, diibaratkan handphone dengan harga tinggi hingga berjuta-juta tetapi tidak ada buku panduan nya. Akhlak ibarat penunjuk jalan, yang selalu mengantarkan kepada kebenaran. Penunjuk jalan akan selalu memberikan navigasi yang benar, tidak akan pernah menjerumuskan pemakainya. Akhlak juga lah yang membuat mereka akan merasa bahwa kerja mereka akan diawasi oleh Allah langsung, Pengawas Kehidupan Semesta. Ketika akhlak mereka terjaga, maka hal yang mustahil jika mereka melakukan curang apalagi mengambil uang yang bukan hak nya.
Maka solusi yang terbaik adalah pembenahan akhlak kepada masyarakat Indonesia, terutama generasi muda yang nantinya akan menggantikan posisi mereka yang menjadi atasan. Generasi muda ini menjadi salah satu nyawa yang tersisa, dimana ketika kita bisa mendidik generasi muda secara baik dan benar, maka secara logika mereka akan melakukan pekerjaan nya dengan tanggung jawab dan ketika mereka sudah berada di posisi yang vital, baik dalam pemerintahan ataupun jabatan penting lainnya, maka dia akan melakukan pekerjaan nya sesuai dengan amanat yang diberikan, dan akhlak sebagai pengatur dalam tingkah lakunya. Pemerintah harusnya memperhatikan ini sebagai langkah konkrit demi kemajuan negeri kita tercinta yaitu Indonesia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar