Rabu, 25 Februari 2015

Kesedihan Satinem Korban Longsor Banjarnegara

Kesedihan Satinem Korban Longsor Banjarnegara
Kisah nyata seorang warga yang ditinggal oleh keluarganya, yaitu ibu Sakinem yang menjadi korban bencana peristiwa longsor banjarnegara. Mengapa harus ibu sakinem? Saya ingin mengangkat cerita ini karena dia menjadi salah satu warga yang menderita kehilangan keluarga terbesar di peristiwa longsor banjarnegara hingga mencapai 12 orang. Hampir seluruh keluarganya menjadi korban akibat longsor, dan yang tersisa hanyalah dia, bapaknya yang bernama Pak Tablani, dan cucunya.
Kejadian yang terjadi pada tanggal 12 Desember 2014 pada pukul 17.30 (hampir menjelang maghrib) banyak menelan korban jiwa, hingga berkisar 200 warga berdasarkan sumber liputan6.com. Kejadian ini sontak memberikan shockterapy bagi warga. Betapa tidak, banyak warga yang masih beraktivitas di luar rumah, kemudian tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras dan tak disangka turun lah tanah dari atas menuju ke bawah. Kejadian ini terjadi pada dusun Jemblung, desa Sampang, kecamatan Karangkobar. Kejadian yang memberikan pelajaran berharga khususnya bagi mereka masyarakat Banjarnegara. Mungkin masyarakat tidak akan pernah melupakan kejadian naas itu. Bencana ini menjadi momentum besar bagi ibu Sakinem, momentum kesedihan yang mendalam bagi dia, kehilangan keluarga besarnya akibat bencana longsor. Tidak hanya ibu Sakinem, warga yang lain pun merasakan betapa sedihnya akibat kehilangan keluarganya. Bukan hanya keluarga, tetapi harta yang selama ini dikumpulkan dan menjadi penopang kehidupan, tak luput oleh longsor nya tanah.
Ketika saya membaca berita itu, sontak hati ini berkata, “bagaimana kalo saya berada di posisinya? Apa yang harus saya lakukan?” Pertanyaan demi pertanyaan terus terngiang dalam benak. Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa Allah memberikan cobaan kepada semua hambanya, yang sesuai dengan kesanggupan. Ketika saya berfikir dan bertanya lagi kepada diri saya, “apakah saya sanggup? Saya rasa itu sangatlah berat”. Tetapi ibu Sakinem ini sangatlah tegar dan sangat sabar menjalani kehidupan ini. Mungkin menurut Allah, ibu Sakinem ini sanggup menjalani cobaan yang begitu berat. Sudah berbagai cara ibu Sakinem coba, dengan cara mencari keluarganya di sisa-sisa reruntuhan, tak hanya itu ibu Sakinem mencari juga di posko-posko yang ada. Tetapi sampai saat ini, pencarian nya pun berujung pada kebuntuan.
Inilah kehidupan, ada kalanya kita mengalami kebahagiaan, ada kalanya kita mengalami kesedihan. Layaknya roda yang berjalan, kadang kita sedang diatas dan kadang pula kita dibawah. Hidup pula bagaikan berjalan, kadang kita berjalan dengan mulus tanpa ada hambatan, kadang pula kita tersandung dan akhirnya jatuh. Bencana, kesengsaraan, dan kesulitan menjadi bumbu dalam kehidupan. Kita tak akan pernah merasa bersyukur apabila kita tidak pernah ditimpa kesusahan. Sekarang kita harus tau bahwa nikmat dan bencana adalah datangnya dari Allah, itu semua adalah ujian, tinggal bagaimana kita nya saja menyikapinya. Perilaku manusia pun yang sudah semakin membabi buta, menjadikan alam merasa geram. Alam meluapkan kemarahan nya dengan semua bencana yang ada, akibat siapa? Ya ulah manusia itu sendiri. Bencana datangnya memang tak pernah terduga, maka dari itu kita harus berjaga, agar tidak terperangkap oleh megahnya harta.
Kisah ibu Sakinem ini menginspirasi saya, betapa gigihnya ibu Sakinem untuk mencari keluarganya, tak peduli siang atau malam, semua nya dilakukan hanya satu, agar bisa bertemu keluarga. Bahkan dia tak segan-segan untuk pulang dari Sukabumi Jawa Barat karena mendengar kabar duka ini. Pelajaran yang saya dapatkan dari kisah ibu Sakinem ini, keluarga merupakan harta yang istimewa. Maka dari itu, sudah saatnya kita merenung bahwa ketika kita kehilangan keluarga, layaknya kehilangan segala perhiasan dunia. Apabila dari kalian ada keluarga yang sekarang masih hidup, jangan lupakan mereka dan selalu tukar kabar, apalagi sekarang sudah dipermudah dengan teknologi yang semakin canggih, kita bisa menggunakan handphone untuk sms atau telfon. Keluarga adalah lingkungan pertama untuk mendapatkan pelajaran, keluarga lah yang tau kekurangan kita, dan keluarga pula lah yang tau kelemahan kita. Jika kita sedih, maka tempat kembali kita ke keluarga, maka keluarga akan memberikan dukungan semangat serta doa agar terus tegar menghadapi kehidupan.
Bencana, memang itu semua sudah kuasa Tuhan. Tidak ada yang bisa mengelak dari ketetapan-Nya. Kita sebagai manusia, hanya bisa pasrah dan berdoa. Selain itu, kita harus bisa mengambil hikmah yang ada dari setiap kejadian, apapun itu, baik cobaan maupun rezeki. Semua itu adalah ujian yang diberikan oleh Allah. Hanya kepada Allah kita semua kembali, karena pada dasarnya kita adalah makhluk Allah yang ujungnya akan kembali ke Pencipta Semesta Alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar