Bacakanlah Segera
Cerita Untuk Anak Sebelum Kita Menyesalinya
Semua baru disadari Ardi pada
saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya.
Dengan
susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk.
Semuanya
sia-sia belaka.
Yang
ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya. Magy, di suatu sore sekitar
tiga minggu yang lalu.
Malam
itu, tiga minggu yang lalu Ardi membawa pulang pekerjaannya. Ada rapat umum
yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham. Pada saat Ardi
memeriksa pekerjaannya, Magy, putrinya yang baru berusia 4 tahun datang
menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul
hijau dengan gambar peri.
Dia
berkata dengan suara manjanya, “Papa lihat!”
Ardi
menengok ke arahnya dan berkata, “Wah, buku baru ya?”
“Ya,
Papa!” katanya berseri-seri. “Bacain dong!”
"Wah,
papa sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh,” kata Ardi dengan cepat sambil
mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya.
Magy
hanya berdiri terpaku di samping Ardi sambil memerhatikan. Lalu dengan suaranya
yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali.
“Tapi
Mama bilang Papa akan membacakannya untuk Magy.”
Dengan
perasaan agak kesal Ardi menjawab, “Magy dengar, papa sangat sibuk. Minta saja
Mama untuk membacakannya.”
“Tapi
Mama lebih sibuk daripada Papa,” katanya sendu. “Lihat Papa, gambarnya bagus
dan lucu.”
“Lain
kali, Magy. Sana! Papa sedang banyak kerjaan.” Ardi berusaha untuk tidak
memerhatikan Magy lagi
Waktu
berlalu, Magy masih berdiri kaku di sebelah papanya sambil memegang erat
bukunya.
Lama
sekali Ardi mengacuhkan anaknya.
Tiba-tiba
Magy mulai lagi. “Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus!
Papa pasti akan suka.”
“Magy,
sekali lagi papa bilang: lain kali!” Dengan agak keras Ardi membentak anaknya.
Hampir
menangis Magy mulai menjauh. “Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali.” Tetapi
Magy kemudian mendekati papanya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh
bukunya dipangkuan sang papa sambil berkata, “Kapan saja Papa ada waktu ya,
Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa,
bacanya yang keras ya, supaya Magy juga bisa ikut dengar.”
Ardi
hanya diam.
Kejadian
tiga minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran Ardi. Ardi
teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah. Magy yang baru
berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil di atas tangannya yang kasar
mengatakan, “Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut
dengar.”
Dan
karena itulah Ardi mulai membuka buku cerita yang diambilnya dari tumpukan
mainan Magy di pojok ruangan.
Di
pandanginya buku bersampul hijau bergambar peri yang diletakkan Magy di
pangkuannya. Ardi mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai
membacanya.
Ardi
sudah melupakan pekerjaannya yang dulu amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan
kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya
menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah hingga putrinya meninggal di
hadapannya….
Ardi
terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin hingga air matanya deras
mengalir membasahi setiap lembar yang dibukanya…. Sambil berharap bahwa
suaranya cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya
yang terakhir….
(Sumber: Buku “Bukan Untuk Dibaca The Most Inspiring Story” karya Deassy M. Destiani)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar