Selasa, 16 Desember 2014

Bacakanlah Segera Cerita Untuk Anak Sebelum Kita Menyesalinya


Bacakanlah Segera Cerita Untuk Anak Sebelum Kita Menyesalinya


       Semua baru disadari Ardi pada saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya.
        Dengan susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk.
        Semuanya sia-sia belaka.
       Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya. Magy, di suatu sore sekitar tiga minggu yang lalu.
      Malam itu, tiga minggu yang lalu Ardi membawa pulang pekerjaannya. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham. Pada saat Ardi memeriksa pekerjaannya, Magy, putrinya yang baru berusia 4 tahun datang menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri.
        Dia berkata dengan suara manjanya, “Papa lihat!”
        Ardi menengok ke arahnya dan berkata, “Wah, buku baru ya?”
        “Ya, Papa!” katanya berseri-seri. “Bacain dong!”
    "Wah, papa sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh,” kata Ardi dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya.
       Magy hanya berdiri terpaku di samping Ardi sambil memerhatikan. Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali.
        “Tapi Mama bilang Papa akan membacakannya untuk Magy.”
        Dengan perasaan agak kesal Ardi menjawab, “Magy dengar, papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya.”
      “Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa,” katanya sendu. “Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu.”
         “Lain kali, Magy. Sana! Papa sedang banyak kerjaan.” Ardi berusaha untuk tidak memerhatikan Magy lagi
         Waktu berlalu, Magy masih berdiri kaku di sebelah papanya sambil memegang erat bukunya.
          Lama sekali Ardi mengacuhkan anaknya.
        Tiba-tiba Magy mulai lagi. “Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka.”
         “Magy, sekali lagi papa bilang: lain kali!” Dengan agak keras Ardi membentak anaknya.
      Hampir menangis Magy mulai menjauh. “Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali.” Tetapi Magy kemudian mendekati papanya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang papa sambil berkata, “Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Magy juga bisa ikut dengar.”
          Ardi hanya diam.
         Kejadian tiga minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran Ardi. Ardi teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah. Magy yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil di atas tangannya yang kasar mengatakan, “Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut dengar.”
      Dan karena itulah Ardi mulai membuka buku cerita yang diambilnya dari tumpukan mainan Magy di pojok ruangan.
       Di pandanginya buku bersampul hijau bergambar peri yang diletakkan Magy di pangkuannya. Ardi mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya.
    Ardi sudah melupakan pekerjaannya yang dulu amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah hingga putrinya meninggal di hadapannya….
        Ardi terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin hingga air matanya deras mengalir membasahi setiap lembar yang dibukanya…. Sambil berharap bahwa suaranya cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir….



(Sumber: Buku “Bukan Untuk Dibaca The Most Inspiring Story” karya Deassy M. Destiani)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar